STORY21 - BERCINTA DENGAN PERAWAT

Bercinta Dengan Perawat - Namaku Irmawati, umur 22 tahun, dan baru lulus dari Akademi Perawat di salah satu kota kecil di Jawa Timur. Sekarang aku bekerja di Rumah Sakit Swasta di kota Y, baru satu bulan ini aku bekerja.

Aku tinggal di rumah Tante, secara keseluruhan aku sudah tinggal 6 bulan di kota ini untuk mencari kerja, untunglah akhirnya aku mendapat pekerjaan di Rumah Sakit tersebut. Sebagai orang baru di Rumah Sakit ini, aku banyak mendapat teman dan kenalan baru. Salah satunya adalah Kepala Bangsal Bedah, atasanku langsung, dimana aku ditempatkan. Ibu Nita kami memanggilnya, umurnya hampir 40 tahun, akan tetapi sampai sekarang belum menikah juga, walaupun kalau aku lihat sebenarnya Kepala Bangsalku ini wajahnya cantik, bentuk badannya sensual dan kulitnya putih bersih.

Aku mendengar selentingan kabar dari teman-teman di sini, kalau Ibu Nita sebenarnya simpanan salah satu dokter Kebidanan dan Kandungan yang juga bekerja di Rumah Sakit yang sama. Sebagai Kepala Bangsal Bedah, Ibu Nita sangat disegani, karena selain secara fisik lebih besar dari rata-rata perawat bangsal Bedah, juga mulutnya sangat pedas, terutama untuk perawat-perawat yang lain. Yang lebih menarik pula, gelang dan cincin berlian di tangan, juga jam tangannya yang bertuliskan “Cartier”. Pantaslah kalau gosip itu benar, Ibu Nita simpanan salah satu dokter kaya yang juga bekerja di Rumah Sakit ini. Sebagai perawat, kami kadang bergiliran bertugas jaga 24 Jam, kebiasaannya di bangsalku yang bergiliran jaga adalah perawat senior dan junior, tidak terkecuali aku dan Ibu Nita.

Pada suatu hari, aku mendapat jadwal tugas jaga bersama Ibu Nita. Sebenarnya aku sangat takut, karena selain aku masih baru, aku juga “ngeri” padanya. Ada yang membuatku terkejut, ketika semua perawat teman-temanku selesai bertugas jam 14.00, tinggal kami berdua sebagai perawat jaga hari itu.

“Dik Irma”, Ibu Winanti memanggil sambil tersenyum.

“Iya, bu”, kaget aku.

Sebelum ini, terutama ketika bertugas pagi hari, tidak pernah sekalipun Ibu Nita memanggil aku dan teman-teman yang lain dengan sebutan “Dik”, apalagi memanggilnya sambil tersenyum. Mimpi apa aku ini?

“Ini, statusnya dilengkapi dan periksa ulang Suhu dan Tensi untuk kamar 9 dan 10”.

“Iya, Bu”, aku seperti kerbau dicocok hidung.

Segera aku lakukan perintahnya. Setelah selesai, menyusul perintah-perintah “manis” yang lain, aku hanya bisa menuruti. Walaupun aku iri juga padanya, karena Ibu Nita hanya duduk manis di meja counter depan Bangsal Bedah sambil menonton TV.Akhirnya selesai juga perintah-perintah “Sang Ratu”, jam sudah menunjukkan jam 17.00, saatnya jadwal kunjung pasien. Pada saat ini biasanya perawat jaga saatnya untuk beristirahat dan mandi sampai selesainya jadwal kunjung pasien. Aku kelelahan, tapi inilah resikonya sebagai perawat yunior. Aku masuk ke kamar jaga perawat, dan merebahkan diri untuk tidur-tiduran sebantar sambil beristirahat.

Tidak berapa lama kemudian Ibu Nita masuk ke kamar juga, dia juga ikutan rebahan di tempat tidur yang lain. Mulailah dia menginterogasiku.

“Sudah punya pacar, dik?”.

“Dulu, Bu”.

“Dulu waktu sekolah di Akper juga tinggal di asrama Akper?”.

“Iya”.

Ibu Nita tertawa, “Kenapa Bu, kok tertawa?”.

“Hayo, dulu waktu di asrama sering nonton BF bersama-sama, tho?”.

“Iya, kok ibu tahu?”.

“Aku dulu waktu masih sekolah juga sama saja dengan Dik Irma”.

Setelah itu malahan Ibu Nita cerita mengenai BF dengan detail dan cerita-cerita mengenai main kucing-kucingan memasukkan cowok ke asrama dan hal-hal porno lainnya, sambil tertawa-tawa. Walaupun geli di telinga mendengarnya, aku menanggapinya dengan malu-malu karena itulah yang juga kami sering lakukan di asrama. Walaupun aku menjadi tidak jenak, akan tetapi senang juga mendengarkan cerita-cerita itu sambil mengingat masa-masa sekolah.

“Dik Irma, pernah “main” dengan pacarnya?”.

“Belum, Bu”.

“Oh, nanti aku ajarin”.

“Baik, Bu”, jawab aku asal-asalan, aku pikir itu kan hanya cerita-cerita omong kosong, walaupun aku juga tidak punya niat serius mendapat pelajaran dari Ibu Nita.

“Aku mandi dulu, Bu”.

“Ya, nanti aku menyusul”.

Aku mengambil handuk dan masuk ke kamar mandi. Wah, asyik juga, kalau Bu Nita mau mandi bersamaku. Karena dulu waktu di asrama, aku sering pula mandi berdua dengan teman-teman, sebagaimana pula dengan teman-teman yang lain. Kadang kami sering kagum dengan badan dan payudara teman yang lain, walaupun sering mandi bersama tidak pernah terjadi seperti yang ada di BF, apa itu namanya? Lesbian?

Ditengah aku mandi, terdengar ketukan di pintu.

“Siapa, yaa?”.

“Aku, dik”, suara Ibu Nita menyahut.

Aku bukakan pintu kamar mandi, tentu saja aku dalam keadaan telanjang. Ibu Nita langsung masuk ke kamar mandi, dan melepas bajunya satu persatu. Aku berhenti mandi dan hanya memandanginya, aku berdebar-debar ingin melihat “peralatan” Ibu Nita.Ternyata betul dan nyatalah Ibu Nita sekarang sudah telanjang pula bersamaku di kamar mandi. Kulitnya putih mulus, payudaranya agak besar, mungkin cup B, perutnya rata dan rambut kemaluannya lebat. Dibanding kulitku yang lebih coklat dan rambut kemaluanku yang hanya sedikit sekali, Aku iri juga.

“Kenapa dik?”, Ibu Nita membangunkan lamunanku sesaat, sambil tersenyum.

“Ndak, Bu, ndak apa-apa”.

“Oh, rambut yang bawah hanya sedikit yaa”, sambil tangannya menjulur mengelus liang surgaku. Aku terkesiap, ada perasaan aneh pada vaginaku ketika tangannya mengelus lembut vaginaku. (Aku teringat dulu ketika di asrama, kadang kalau mandi bersama teman yang lain, sering guyonan mengelus vagina teman lain seperti itu, tapi tidak ada rasa apa-apa). Secara refleks pula Aku menarik napas panjang dan menutup mata.

“Kenapa dik, nikmat?”.

Aku membuka mata dan tersipu malu.

“Oh.., belum pernah yaa”, Ibu Nita tersenyum, sambil matanya menyempit memperhatikan aku. Aku juga hanya tersenyum sambil menggigit bibir. Aku ingin Ibu Nita mengelus vaginaku lagi seperti tadi, kataku dalam hati.

Aku merasa itu terjadi begitu cepat, tiba-tiba Ibu Nita berjongkok di hadapan aku dan mulai menjilati vaginaku. Aku kaget dan keenakan. Sambil berdiri, aku sandarkan punggungku ke tembok kamar mandi. Aku tidak bisa dan tidak mau menolaknya, aku sangat menikmatinya. Ibu Nita sangat ahli menjilati vaginaku, dengan lembut dia membuka lebar pahaku dan membuka pelan-pelan bibir kemaluanku. Aku merasakan sangat nikmat di bawah sana, di kemaluanku, ketika lidah Ibu Nita menjilat-jilat kemaluan bagian dalamku, sungguh nikmat dan nikmat sekali, terutama ketika bibirnya yang basah menjilati klitorisku. Aku menutup mata menikmatinya, payudaraku juga ikut mengeras, kedua tanganku meremas bahu Ibu Nita yang berjongkok di depanku. Aku menutup rapat-rapat bibirku, sambil menggigit kencang bibir, nikmat sekali, nikmat sekali. Hanya napasku yang makin berat, dan makin lama aku merasa kemaluanku makin basah.

“Ooohh..”, aku mendesah agak keras, aku merasa melayang dan lupa segala dalam sesaat. Kemaluanku bagian dalam terasa berdenyut-denyut berkepanjangan, tubuhku serasa melayang dengan segala rasa yang pernah aku alami. Untuk pertama kalinya aku merasa mulai mengetahui kemaluanku sendiri dan kenikmatannya yang luar biasa. (itu namanya orgasme, yaa).

“Sudah, dik?”, suara Ibu Nita menyadarkanku.

“Maaf, Bu”, aku sambil memeluk tubuh telanjang Ibu Nita yang sudah kembali berdiri di hadapan aku. Aku merasa ingin dibelai dan disayangi, di samping tubuhku yang mendadak lemas, setelah merasakan puncak kenikmatan tadi.

“Tidak apa-apa”, Ibu Nita masih tersenyum.

“Wajar saja, tidak usah khawatir”, Ia melanjutkan. Sambil dipeluknya tubuhku yang juga telanjang. Dia raih kepalaku, dan diciumnya bibirku dengan lembut, lidahnya juga masuk ke dalam mulutku, menjilati lidahku. Untuk pertama kalinya pula aku merasakan ciuman dari seorang wanita, apalagi wanita matang dan berpengalaman seperti Ibu Nita. Ternyata lebih nikmat dan halus, dibanding ketika pertama kalinya aku merasakan ciuman dari seorang cowok.

“Ayo dik, lekas mandinya”.

“Nanti malam giliranku ya”, Ibu Nita tersenyum penuh arti padaku. Aku mengangguk pelan, dan ingin “waktu” itu segera datang.

Malam itu, setelah tugas-tugas sebagai perawat telah selesai, di kamar tidur perawat aku belajar “melayani” Ibu Nita, ternyata indah sekali. Sungguh hari itu, sore dan malam yang tidak terlupakan.

Sejak saat itulah pula, Ibu Nita menjadi mentorku. Aku selalu menunggu waktu-waktu tugas bersama, lagi dengan Ibu Nita dan kencan-kencan kami lainnya di luar jam dinas Rumah Sakit, berbagi waktu dengan “suami” tidak resmi Ibu Nita, dokter Calvinus, seorang dokter Kebidanan dan Kandungan.

Share this Post Share to Facebook Share to Twitter Email This Pin This Share on Google Plus Share on Tumblr

0 komentar:

CERITA SEX 21+ © 2014. All Rights Reserved | Powered By Blogger | Blogger Templates

Designed by-SpeckyThemes