Kasih Sayang Ibu – Anak tiriku Gilang baru saja selesai di-diagnosa atas ketidak-seimbangan hormonal yang dialami tubuhnya yang menyebabkan badan anak kecil itu selalu merasa nyeri yang teramat sangat. Ini dikarenakan dengan adanya ketidak-seimbangan hormonal itu menyebabkan penisnya selalu ereksi setiap saat.
Gilang sendiri merasa malu untuk memberitahu kepada orang-orang bahkan juga padaku, ayah tirinya, perihal ketidak-nyamanan yang dialaminya. Padahal aku sayang dan mencintainya layaknya anak kandungku sendiri.
Sebenarnya kami (aku dan Gilang) cukup akrab sehari-harinya, tapi… tidak untuk kasus yang sedang dialaminya! Gilang adalah seorang anak yang baik, cerdas tapi… sangat pemalu.
Karena rasa sakitnya itulah, akhirnya Wina, ibu kandungnya Gilang membawanya untuk diperiksa oleh seorang dokter spesialis anak-anak. Saat giliran periksanya tiba, sang dokter spesialis anak itu memandang wajah Gilang sekilas lalu menoleh ke Wina dengan mengangkat sedikit keatas bahunya, mempersilahkan Wina duduk menunggu di bangku terdekat.
Dokter itu memberi resep obat, katanya bahwa obat itu akan sedikit mengurangi rasa sakitnya yang disebabkan kasus penyakit yang dialami Gilang itu.
Dokter itu juga memberitahu Wina bahwasanya obat itu sedikit bahkan mungkin tidak ada pengaruhnya samasekali terhadap ereksinya penis Gilang. Dijelaskan selanjutnya oleh dokter itu bahwa penis besar milik Gilang yang selalu ereksi itu menunjukkan gejala awal dari suatu suatu penyakit (symptom of the disorder).
Wina mendengarkan dengan seksama penjelasan dokter itu, tapi tidak cukup jeli mengartikan besarnya penis yang dimaksudkan dokter itu. Pikirnya sederhana saja yaitu pastilah penis seseorang akan menjadi besar saat mengalami ereksi.
Keesokan harinya, Wina melihat kondisi Gilang, sesuai dengan apa yang sudah di-prediksi dokter spesialis anak kemarin, memang obat itu tidak ada efeknya samasekali atas ketidak-nyamanan yang dialami Gilang.
Kami (aku dan isteriku Wina) sepakat memeriksakan kondisi tubuh Gilang kembali, kali ini pada seorang dokter praktek umum yang lokasi-nya agak dekat dari rumah kami.
Ditempat dokter praktek umum itu, sang dokter malahan mengusulkan solusi yang katanya sederhana saja untuk mengatasi ketidak-nyamanan yang dialami Gilang. Katanya dengan nada yakin tapi santai, kalau penis Gilang mengalami ereksi, ajarkan saja Gilang cara untuk… ber-masturbasi! Kata dokter itu selanjutnya, “Beres sudah…!
Wina mendengarkan saran dokter itu, pikirnya, ‘Benar juga ya tapi… siapa yang akan menerangkan pada Gilang cara masturbasi yang benar?’.
Sesampainya dirumah, Wina mengajakku berbicara empat mata.
Wina berkata padaku dengan ragu bahwa dia bingung menerangkan cara masturbasi pada Gilang, Wina memintaku agar aku saja yang mengajarkan Gilang cara ber-masturbasi yang benar.
Aku yang mendengarkan usulan isteriku menjadi terperanjat, aku menampik dengan halus dan menerangkan padanya bahwa sebenarnya Gilang lebih dekat padanya ketimbang padaku apalagi dalam urusan yang sifatnya sangat pribadi, bukankah kami relatif belum lama menikah?
***
Suatu malam, tatkala Gilang telah berada didalam kamar tidurnya.
Wina datang mendekati pintu kamar tidur Gilang dan mengetuk pelan pintu itu.
(Tok-tok-tok)
Aku, ayah tirinya menjadi tertarik tanpa sebab, dengan mengendap-endap aku menguping pembicaraan antara ibu dan anaknya itu.
Wina berbicara lembut tapi agak gugup seperti apa kudengar saat itu. Dia melakukan juga dengan berat hati, apa yang disarankan oleh dokter praktek umum beberapa hari sebelumnya.
Dia bertanya dengan lembut perihal ‘problem’ anaknya itu.
Yang dijawab dengan kesal oleh Gilang, “Iya… mam. Ini sekarang mulai terasa lagi ‘sakit’-nya…! Aku sudah tidak suka meminum obat itu lagi… membuat perutku menjadi… sangat mual!”
Wina menjadi iba hatinya melihat kondisi anaknya lalu menceritakan apa yang diusulkan oleh dokter praktek umum mengenai masturbasi. “Apa kau tahu nak… apa arti masturbasi itu?,” kata Wina dengan lembut dan berhati-hati.
“Apa pula itu… mam? Artinya… apa itu, mam?”, Gilang menanggapi pertanyaan ibunya dengan was-was.
Wina menjawab dengan lembut, “Uuuh… mmmh… sebenarnya mama sudah meminta papamu… baiklah begini… masturbasi adalah kata lain yang artinya upaya merangsang penismu sendiri dengan tanganmu… yaitu menggenggamkan tanganmu pada… eeehm… maksud mama adalah menggenggam batang penismu yang sudah keras itu…
Kudengar Wina berusaha keras untuk menyelesaikan kata-katanya.
Tampak wajah Gilang malah tambah bingung jadinya, dengan sabar dia menunggu penjelasan ibunya selanjutnya. Baginya yang terpenting dia terbebas dari ‘siksaan’ yang dialaminya, pikirnya adalah tidak terlalu penting dia harus begini atau begitu…
Wina meneruskan kalimatnya, “Semakin… cepat kocokan pada penismu sampai kau merasakankan… pada penismu… oh salah… maksud mama… sampai kau merasakan pikiranmu nyaman… maksud mama… enak sekali… dan kemudian penismu ber-ejakulasi… aaah… ya begitulah… Wina merasa lega telah menuntaskan kalimatnya yang sempat terputus tadi.
Gilang hanya bengong saja kelihatannya, berusaha mencernakan apa yang dikatakan ibunya barusan.
Wina malah jadi khawatir melihat mimik wajah anaknya itu. baru saja dia ingin menjelaskan lagi secara perlahan, tiba-tiba datang satu pertanyaan dari Gilang.
“Ejakulasi… itu artinya apa ya mam? Kok susah-susah sekali ya… istilahnya…”, tanya Gilang dengan muka lugu. Wina menjadi lega dengan pertanyaan Gilang, berarti Gilang bisa menanggapi kalimat yang diucap Wina tadi.
Gilang memang anak yang cerdas… dengan lancar Wina menjelaskannya, “Ejakulasi adalah keluarnya… sejenis cairan yang berwarna putih pekat seperti shampo atau lotion… dari ujung penismu, mama pastikan penismu akan mengecil lagi dan kemudian kamu akan dapat beristirahat tidur dengan tenang memulihkan energi-mu kembali.
tapi… jangan lupa membersihkan cairan itu dengan handuk kecil… nanti mama sediakan dan menaruhnya didekatmu…”.
Gilang menjawabnya segera, “Aku akan mencobanya sekarang…!”
Sementara itu aku buru-buru kembali kekamar dan berbaring diatas tempat tidur, tentu saja dengan memegang buku bacaanku.
Tak lama Wina masuk kekamar kami, dengan panik dia berkata padaku, “Uuuh… OMG…! Aku telah melakukannya…! Mengajarkan cara bermasturbasi… pada anakku sendiri… oooh… ibu macam apa aku ini!” Wina melemparkan tubuhnya berbaring disampingku sembari tersedu.
Kataku, “Sudahlah, bukankah itu sudah menjadi kewajiban kita sebagai orangtuanya? Daripada kita melihat anak kita tersiksa sepanjang hari…”.
Wina menjawab lemah sembari menguap, “Hooo… aaahem… benar juga katamu… Gilang anak yang cerdas tentu dia bisa melakukannya dengan benar… hooo… aaahem…”.
(Zzz…) (zzz…)
Wina sudah tertidur pulas. Rupanya perbincangannya dengan anaknya, Gilang itu menguras cukup banyak energinya…
***
Pada keesokan harinya sebelum Gilang beranjak untuk tidur, dia berterus-terang pada ibunya. Katanya dia sudah berusaha untuk ber-masturbasi tapi tidak berlangsung dengan baik.
Segala upaya dia mencoba tapi tidak ada setetes pun cairan yang keluar dari dari ujung penisnya, seperti yang diterangkan ibunya kemarin malamnya.
Wina menemuiku dan memberitahukan padaku apa yang telah terjadi pada Gilang, anak kami itu.
Kataku pada Wina, “Jujur saja sayang… aku tidak tahu apa yang aku dapat katakan padamu sekarang… barangkali kamu dapat menjelaskannya sekali lagi padanya atau… memberikannya sebotol baby-oil… mungkin?”
Wina rupanya menyetujui saranku, bergegas dia kekamar mandi untuk mengambil sebotol baby-oil yang kumaksud. Lalu segera menuju kamar Gilang seperti apa yang dilakukannya pada kemarin malamnya.
Sedangkan aku seperti halnya dengan kemarin malam, sudah bercokol didekat pintu kamar Gilang untuk ‘memantau’ keadaan.
Kudengar Wina berkata pada Gilang, “Ini… nak, pakailah sedikit minyak ini. Balurkan pada kedua belah telapak tanganmu sebelum kamu masturbasi malam ini…”.
Gilang menjawab sambil lalu acuh tak acuh, rupanya dia tidak tertarik sama sekali, “Aku rasa itu tidak akan banyak membantu, mam”. Hening sejenak, tiba-tiba terdengar lagi suara Gilang, “Mam… bisakah mama… memperlihatkan pada Gilang… bagaimana… caranya…?”
Terdiam sejenak, Wina menarik napas panjang, lalu berkata, “Mama rasa… OK… bisa”.
Segera dengan nekat dan menahan malu Gilang menarik selimut yang menutupi tubuhnya sehingga Wina dapat melihat bahwa anaknya itu hanya memakai celana dalam saja… Ereksi yang sudah berlangsung lama sedari tadi dari penis Gilang membentuk kerucut bagaikan kemah kecil saja layaknya.
Terkesiap Wina melihat itu dengan takjub, jadi teringat dia akan kata-kata dokter spesialis anak padanya beberapa hari yang lalu, rupanya ini yang dimaksudkan dokter spesialis anak itu dengan perkataannya ‘penis besar milik Gilang yang selalu ereksi’.
‘Bodohnya aku… tidak serius menyimak perkataannya… aku salah menafsirkan perkataannya…!’, maki Wina pada dirinya sendiri sembari tetap memperhatikan Gilang, anaknya itu.
Gilang sudah melepas CD-nya… Seketika Wina menutup mulutnya dengan kedua belah telapak tangannya. ‘OMG…! ’, jerit Wina dalam hatinya. Sungguh suatu hal hampir tidak bisa diterima akalnya, bagaimana mungkin bisa terjadi?! Gilang yang baru berusia 10 tahun lebih 2 bulan itu memiliki penis sepanjang 25 cm!
“Eeehem…!”, Wina membersihkan tenggorokannya dahulu. Dengan berusaha keras untuk tetap tenang, Wina memulai obrolan dengan anaknya, Gilang. “Coba perlihatkan pada mama bagaimana… kamu melakukannya…?”
Dengan tenang Gilang menggenggamkan tangan-tangan kecilnya melingkari batang penis besar itu pada pangkalnya lalu mengocoknya perlahan. “Lihat! Itu tidak bekerja sama sekali… bukan?,” kata Gilang frustrasi.
“Barangkali kamu harus melakukan dari ujung penis dan menurun sampai pangkal… penismu, barangkali dengan sedikit lebih pelan mengocoknya… ”, kata ibunya gemetar. Wina terpesona oleh ukuran besar penis anaknya dengan… buah pelirnya serasi besarnya. Wina merasa tangannya secara refleks mendekat…
“Tidak mam… mama yang melakukannya… untukku…”, komentar anaknya dengan skeptis. Katanya lagi pada ibunya, “Bukankah mama ingin membantuku…? Aku akan melakukan apa saja… untuk menghentikan ‘sakit’-ku ini…!”
Wina dengan sungkan dia mengulurkan tangannya dan… menggenggam penis anaknya itu, seraya berkata, “Apa kamu… OK begini, nak…?,” tanya Wina.
“Oh… iya mam, rasanya lebih baik dari tanganku sendiri… tangan mama begitu halus… dan hangat… dibandingkan tanganku…”, Gilang seketika merasa relaks dan merebahkan kepalanya pada bantal kembali, memperhatikan tangan ibunya yang mulai mengocok penisnya perlahan.
“Kamu tahu…”, kata Wina sembari tetap mengocok-ngocok penis anaknya. “Kamu harus membayangkan tubuh telanjang seorang cewek… itu akan membantumu cepat… ejakulasi”.
“Aku tak tahu mam… kurasa cara ini akan… berhasil”, jawab Gilang yang napasnya mulai tersengal-sengal akibat rangsangan pada penisnya, dia memejamkan matanya, agaknya dia menikmati sekali rangsangan ini.
Wina lebih mendekat lagi dengan tubuh anaknya, dengan begitu dia dapat lebih keras dan cepat mengocok penis Gilang. Ini sudah berlangsung selama 5 menitan dan tangan Wina mulai merasa pegal.
“Nak… cobalah berusaha membayangkan tubuh seorang cewek yang telanjang… penismu sebenarnya diperuntukan untuk cewek…”, kata Wina yang napasnya ikut-ikutan megap-megap sama halnya dengan anaknya.
“Maksud mama… apa?”, Gilang menanggapi kata terakhir dari sang ibu.
“Iiiya… nak, penismu ini oleh Yang Maha Pencipta sudah merancangnya untuk memasuki vagina seorang cewek dan… membantunya bisa… hamil dan membuat seorang anak bayi baru… ”, terlepas juga perkataan itu dari mulut Wina yang bergidik oleh ucapannya sendiri itu. Dia sungguh merasa nyaman dengan keadaan mereka berdua sekarang.
“OK, aku akan mencobanya…”, kata Gilang ragu. “Aku sebenarnya belum pernah melihatnya… tubuh seorang cewek telanjang sesungguhnya! Memang sih pernah melihat gambar cewek telanjang di majalah…,” kata Gilang mengaku pada ibunya.
Kelihatannya usahanya belum berhasil mencapai target… membuat Gilang ejakulasi, tapi Wina tak akan berhenti berusaha… untuk menolong anak semata wayangnya yang tersayang…
“Setidaknya mama masih ada satu cara… yang ampuh mama pikir…
tapi… apakah perlu mama melakukannya…? ”, Wina menggeliatkan badannya tanpa sadar. Puting buahdadanya menonjol mendesak gaun malamnya yang tipis memang Wina kalau dirumah tidak pernah memakai BH, tak pelak lagi keberadaan bersama anaknya itu mempunyai efek padanya. Sedang tangan Wina masih tetap mengocok-ngocok penis anaknya mulai berasa sangat pegal.
“Mam… aku tak perduli… apapun yang ingin mama perbuat… aku senang… mama mencoba membantuku…”.
Belum juga tuntas omongan Gilang… Wina menunduk dan langsung memasukkan palkon Gilang kedalam mulutnya, menjilat dan mengenyot pelan palkon anaknya itu. Kelihatan sekali Wina sungguh menikmati apa yang sedang dilakukannya itu, dia gemar melakukan BJ (Blow Job)… juga padaku dalam kegiatan seks kami.
Buah dada Wina yang sebelah kiri tanpa disadarinya telah bebas… lepas dari balutan baju malamnya, putingnya yang sudah mengeras itu menyapu lembut kulit paha kirinya Gilang… Kepala Wina mulai mengayun naik-turun pas diujung palkon yang masih tegak berdiri, mulutnya hanya mampu memuat setengah dari batang penis Gilang yang panjang.
Gilang semakin merasa nyaman saja, ini pengalaman yang sama sekali baru baginya, sensasi ini membuat napasnya megap-megap keenakan. “Ahhh… mam… sungguh enak sekali rasanya… please… jangan berhenti… ohhh… mama!”
Wina melayani keinginan anaknya terus melakukan BJ pertama untuknya dan menggenggam dan mengocok pada setengah bagian batang penis yang tidak bisa masuk mulutnya.
Makin bertambah nikmat saja dirasakan Gilang, napasnya menderu kencang, pinggulnya didorongnya keatas. Wina ikut-ikutan mendesah, dirasakannya batang penis Gilang yang berada didalam mulutnya berdenyut membesar… dia paham tak lama lagi, pasti… Gilang ejakulasi!
Tiba-tiba Gilang menggerung kencang, “Ohhh…! Mama…!” Seketika itu juga air maninya menyemprot keluar… membanjiri mulut ibunya.
Terteguk air mani anaknya, Wina juga sengaja menyedot dan… tetap saja kepalanya turun-naik pada batang penis Gilang yang besar sementara tangannya tidak henti-hentinya mengocok. Story21.org
Sungguh satu adegan erotis apa yang kulihat lewat bukaan sedikit pintu kamar Gilang, tak luput dari ‘pantauan’-ku barang sedetik pun!
Wina menelan semua mani yang ada didalam mulutnya, orgasme yang dialami Gilang mereda.
“Mam… itu rasanya lebih baik… aneh sekali tapi… sungguh enakkk sekaliii…! Aku merasa terlena… atau… apa ituuu… aku rasa ada sesuatu yang keluar dari penisku… apa itu… cairan putih… yang mama maksud?”, celoteh Gilang.
“Ya…”, kata ibunya. “Itu peju… maksud mama itu spermamu, mama menelan semuanya… agar tidak berceceran kemana-mana mengotor tempat tidurmu…,” Wina mengangguk, getaran anggukan ketika BJ masih saja terasa olehnya. “Kamu merasa nyaman sekarang?,” tanya Wina pada anaknya.
“Ya”, jawab Gilang sambil melihat kearah bawah, dilihatnya penisnya sudah agak melunak tinggal setengah ereksi. “Kupikir…
ya kupikir sekarang… kurasa lebih baik… terima kasih mam”.
Wina berdiri, membenahi gaun malam yang tadi terbuka, berusaha menenangkan dirinya sesaat dan akan keluar dari kamar Gilang.
Aku bergegas kembali kekamar, seperti biasa… berbaring sambil memegang buku bacaan.
Wina masuk kamar kami dan naik ketempat tidur tanpa bicara, lalu menyelinap masuk kedalam selimut. Tubuhnya yang hangat merapat padaku, napasnya yang masih memburu masih bisa kudengar… rupanya isteriku ini masih terpengaruh oleh suasana dikamar Gilang tadi. Agaknya dia merasa sangat bergairah dan bernafsu…
Tahu penisku sudah ‘siap’, dengan cepat Wina menanggalkan gaun malam berikut CD-nya sekalian. Bertelanjang bulat, disingkapnya selimut kesamping dan menarik cepat celana komprangku beserta CD-ku.
Dengan sigap naik keatas tubuhku, mengangkangi aku dan memegang penisku yang langsung dilesakkan kedalam memeknya yang sudah basah dan licin blesss…
Cepat Wina mengayun-ayunkan pinggulnya, gaya WOT-nya (Woman On Top) membawanya cepat pada orgasme-nya sendiri yang menyebabkan tubuhnya rubuh menindih tubuhku.
Penisku yang masih tegang masih tetap berada didalam memeknya yang nikmat kurasa karena masih saja berdenyut-denyut. Kudiamkan sesaat lalu kubalikkan tubuh Wina dan…
Hari semakin larut malam, tuntas sudah persenggamaan kami. Wina mengalami 3 kali orgasme sebelum aku menyemprotkan spermaku jauh kedalam rahimnya… mudah-mudahan Gilang mendapat adik baru
Keesokan malam harinya, Gilang, anak kami (aku dan isteriku Wina) itu, datang kekamar tidur kami. Dia langsung mendekat pada ibu kandungnya, dia membisiki sesuatu ke telinga ibunya. Agaknya dia mengalami lagi ereksi hebat pada penis besarnya itu… lalu Gilang bergegas kembali kekamarnya sendiri.
“Maaf sayang…”, kata Wina dengan manja padaku. “Aku akan akan kembali beberapa menit lagi”.
Selang berapa saat, aku sudah bercokol lagi dekat pintu kamar tidur Gilang. Aku mengendap-endap didekat bukaan sedikit pintu kamar tidur Gilang.
Rupanya Wina bergerak cepat, saat kuintip dia sedang melakukan BJ pada penis besar Gilang, anak kandungnya itu. Kulihat Gilang merem-melek matanya keenakan merasakan ngilu-ngilu nikmat pada penisnya.
Sama sekali tak terlihat rasa canggung pada Wina, ini sangat berbeda sekali dengan yang kemarin saat dia memberikan BJ pertama pada Gilang.
Bahkan kulihat dengan jelas sekali, Wina mengusap-usapkan memeknya pada kakinya Gilang, meskipun Wina masih mengenakan gaun malamnya yang agak tipis itu.
Terpana aku melihatnya, begitu cepatnya isteriku itu terbuai suasana yang dibuat mereka berdua, ibu dan anak kandungnya sendiri. Tapi hal itu tidak menyebabkan aku naik pitam sama sekali, biarlah itu urusan mereka berdua.
Yang terpenting bagiku, Gilang tidak selalu tersiksa oleh ‘sakit’-nya itu. Soal perilaku erotis yang dilakukan Wina tadi kurasa cukup manusiawi, maklum saja berada dalam ‘area’ penuh gairah dan birahi liar disana.
Toh… pelampiasan pasti padaku juga… Tersentak aku dari lamunanku, segera aku kembali kekamar, berbaring diatas tempat tidurku, biasa…
***
Rutinitas yang Wina lakukan bersama Gilang anaknya itu telah berjalan beberapa minggu dan berlangsung dengan tenang. Tak pernah lagi Wina memberitahuku perihal ‘kegiatan’-nya bersama anaknya itu.
Wina dengan ‘sukarela’ (kurasa kata ‘antusias’ lebih tepatnya) menyambangi kamar tidur Gilang tanpa perlu anaknya meminta ‘bantuan’ lagi padanya.
Aku juga selalu bercokol didepan pintu kamar tidur Gilang untuk ‘memantau’, bila mereka tak sengaja membiarkan daun pintu terbuka sedikit, aku bahkan menonton apa yang mereka lakukan berdua didalam sana. Tanpa kusadari aku juga mempunyai rutinitas sendiri yang meng-antisipasi rutinitas yang dilakukan ibu dan anaknya itu.
Seperti biasa segera setelah selesai ‘urusan’-nya dengan anaknya, Wina bergegas kembali kekamar tidur kami. Diatas tempat tidur kami itu habislah aku jadi ‘bulan-bulanan’ sibuk meredakan gairah Wina yang meletup-letup akibat aktivitas BJ dikamar tidur Gilang sesaat sebelumnya.
Sampai hari ini aku merasa beruntung selalu keluar sebagai pemenangnya dalam ‘pertarungan’ seks-ku dengan Wina, isteriku yang kucinta.
***
Satu malam pernah Wina kembali kekamar kami dan tercium olehku aroma sperma. Diam-diam kuperhatikan dengan seksama, ternyata pada rambutnya memang ada bekas-bekas sperma yang sudah diseka, juga pada gaun malamnya.
Memang malam itu aku tidak menjalani rutinitas ‘memantau’-ku, rupanya Wina membantu Gilang, anaknya menghilangkan rasa ‘sakit’ itu tidak selalu dengan BJ.
***
Kurang lebih sebulan telah berlalu… Kali ini aku meneruskan lagi rutinitas-ku yang telah sebulan lamanya tidak kulakukan.
Seperti biasa segera Wina berada berduaan dengan Gilang, aku telah bercokol lagi didepan pintu kamar tidur Gilang. Kebetulan sekali daun pintunya terbuka sedikit.
Aku menela’ah pintu itu sebentar, kupastikan itu bukan karena sengaja dibuka tapi lebih disebabkan keteledoran dari orang yang menutup pintu itu kembali. Rupanya Wina saat masuk kedalam kamar dan menutup kembali pintu tidak sampai terdengar (klik), langsung saja setelah itu dia mendekati anaknya.
Akibatnya tombol berpegas pada sistim kunci pintu itu mendorong kembali daun pintunya membuka sedikit meninggalkan celah yang lebar untukku ‘memantau’ aktivitas yang sedang berlangsung didalam kamar tidur Gilang itu.
Kulihat kedalam, wowww… pemandangan indah! Wina membiarkan bagian atas gaun malamnya terbuka lepas. Payudara semok-nya bebas terlihat oleh Gilang dan… tentunya olehku yang sedang serius mengintip.
Sementara Wina tetap sibuk melakukan BJ pada penis besar milik Gilang. Jujur saja aku juga kagum pada ukuran besar penis Gilang itu, pasti itu akibat faktor keturunan dan pengaruh gen pada garis keturunan ayah atau kakeknya…
Saat melakukan BJ, kulihat Wina berkali-kali berhenti dan memandang wajah Gilang dengan mesra sambil tersenyum. Aku memperhatikan dengan seksama, akhirnya aku menjadi paham, rupanya Wina tidak menginginkan anaknya cepat-cepat ejakulasi. Gilang balik tersenyum pasrah pada ibunya sambil memainkan rambut ibunya dengan dengan lembut.
Aku tetap ‘memantau’, kulihat puting buahdada Wina mengeras kuperhatikan kedua puting itu kayaknya lebih mancung kedepan. Serta pinggulnya diusap-usapkannya pada lutut anaknya yang menekuk keatas.
Sebelah tangan Wina meraba buahdadanya sendiri, kemudian me-remas-remasnya, memberi tontonan gratis untuk anaknya yang melongo melihatnya.
Masih tetap melakukan BJ, Wina memilin-milin puting buahdadanya bergantian dari puting yang kiri lalu yang kanan, dari yang kanan kembali yang kiri. Tidak lupa sembari tetap mengusap-usapkan pinggulnya pada lutut anaknya.
Aku jadi sangat bernafsu akibat ulah isteriku itu, dalam hatiku berkata, ‘Awas nanti setelah kita berdua kembali ditempat tidur… aku akan membalas kenakalanmu ini… sayang!’.
Aku buru-buru kembali kekamar, menyiapkan diriku sebaik-baiknya. Meredakan nafsuku yang tadi sempat sampai keubun-ubun dengan membaca buku, jangan sampai aku kalah dalam ‘pertarungan’ seks-ku nanti…
Wina agak lama kembali kekamar kami, tapi seperti biasanya, dengan mudah aku menundukkannya. Wina memulainya dengan nafsu yang berkobar-bokar, hasilnya sudah dapat ditebak, aku mengantarkannya pada orgame-nya berkali-kali sampai aku sendiri membanjiri rahim dengan sperma-ku yang tumben kurasa banyak sekali malam itu.
***
Keesokan malam harinya, dengan melangkah berjinjit perlahan takut menimbulkan suara, aku sudah berada didepan pintu kamar tidur Gilang. Kuperhatikan dengan seksama, terdengar dengus napas Wina berat, kok… tidak seperti biasanya?! Aku mengintipnya lewat celah bukaan daun pintu kamar itu, tumben agak diredupkan nyala lampu didalam kamar itu…
ada apa gerangan? Konsen dan menfokuskan mataku dan melihat… ‘OMG…! Kulihat Gilang duduk mengangkang diatas tubuh ibunya dan membiarkan penis besarnya dijepit ditengah-tengah buahdada ibunya yang semok itu.
Gilang memaju-mundurkan pinggulnya, yang menyebabkan penisnya yang besar dan panjang itu bergerak kedepan dan kebelakang sembari dijepit oleh bongkahan kenyal buahdada ibunya.
Kurasa ini juga salah satu bentuk BJ! Tak mungkin Gilang yang masih muda belia itu mempunyai ide semacam itu, pasti ide ini datang dari ibunya sendiri. Tak kusangka Wina, isteriku itu bisa mempunyai ide liar yang eksotis semacam itu!
Nafsu birahiku seketika membubung tinggi melewati ubun-ubunku sendiri… sudah tak dapat kutahan lagi… kukeluarkan penisku yang sudah ngaceng berat dan mulai masturbasi ditempat, tidak memerlukan waktu lama… (crottt… ) (crottt… ) kusemprotkan maniku ke tembok yang terdekat. Ahhh… lega, hilang mumetku sekejap.
Wahhh… adegan yang berlangsung sedang hot hot-nya, gerakan pinggul Gilang maju-mundur dengan sangat cepat, sekali-sekali kudengar suara Wina yang tersedak disumpal oleh palkon anaknya yang besar.
Tiba-tiba tersentak-sentak gerakan pinggul Gilang dan… (crottt… ) (crottt… ) (crottt… ) langsung penis besar Gilang menyemprotkan maninya ke muka ibunya malah ada yang mengenai mata kiri ibunya.
Langsung mereka tertawa mengikik senang. “Ssst…! ,” Wina memberi kode pada anaknya agar jangan terlalu bising. Sehingga tidak ada suara yang dapat kudengar. Kulihat sekilas kedalam kamar itu lagi, tubuh ibu dan anak terkapar lemas.
Wina tetap dengan posisi-nya yang terlentang, sedang Gilang berbaring menelungkup diatas tubuh ibunya, kelihatan napas mereka masih megap-megap…
Buru-buru aku kembali kekamar, berbaring diatas tempat tidurku, biasa… sambil memegang buku bacaanku.
Kulihat Wina kembali, langsung masuk kekamar mandi yang ada didalam kamar kami, membersihkan tubuhnya akibat aktivitas seks-nya dengan anaknya sendiri. Tak lama kemudian Wina selesai dan langsung naik keatas tempat tidur kami. Masih tercium olehku aroma sperma pada wajahnya.
Aku tidak mau merusak suasana malam yang tenang, dengan bertanya pada Wina mengenai apa saja diperbuatnya didalam kamar Gilang, anaknya itu. Justru Wina yang memberitahuku bahwa dia perlu memastikan agar Gilang bisa melakukan masturbasi-nya dengan benar. “Bukankah begitu… sesuai apa yang disarankan dokter,” kata Wina berdusta padaku.
Aku tersenyum saja menanggapi perkataannya, yang sama sekali tidak diketahuinya bahwa aku memperhatikannya setiap aktivitas-nya bersama anaknya… memberi BJ pada anaknya dalam berbagai gaya… setiap harinya…!
***
Setelah lewat beberapa minggu selanjutnya aku memperhatikan bahwa Wina agak sedikit berbeda keadaannya bila berduaan dengan Gilang, anaknya itu.
Kelihatan Wina senang sekali menyaksikan anaknya masturbasi dan menyemprotkan air maninya pada tubuhnya sendiri atau pada muka dan buahdada ibunya. Wina mulai berani menelanjangi dirinya dan hanya memakai CD-nya saja.
Sedangkan Gilang kelihatannya merasakan nyaman dan senang saja menghadapi situasi semacam itu. Kerap kulihat tangan Gilang meremas-remas buahdada ibunya atau bahkan mengisap puting-putingnya setelah dia berhasil ejakulasi pada tubuh ibunya sendiri.
Kejadian-kejadian yang berlangsung dalam kamar tidur Gilang itu agaknya semakin erotis saja seiring dengan beberapa minggu kemudian telah berlalu. Wina sudah membiasakan dirinya melepas total gaun malamnya begitu dia berada didalam kamar tidur anaknya itu.
***
Pernah pada suatu malam saat kebetulan aku ‘memantau’ didepan pintu kamar anaknya itu. Kulihat Gilang berbaring terlentang diatas tempat tidur dan… sudah ada Wina yang berjongkok mengangkang diatas tubuh anaknya sibuk… menekan-nekankan memeknya yang masih terbalut CD-nya itu pada penis besar anaknya yang sedang ber-ereksi hebat sembari mengusap-usapkan tangannya pada dada anaknya.
“Mam…! Mama kelihatan… basah semua dibawah sana…! Celana dalam mama… basah kuyup…!”, kata Gilang sekonyong-konyong, memelototi CD ibunya, sementara itu Wina masih saja sibuk mengusap dan menekan-nekankan memeknya pada penis anaknya.
“Mama tahu… nak. Begitulah yang terjadi pada wanita umumnya bila bagian itu tersentuh… atau disentuh…”, jawab Wina tenang saja menanggapi perkataan anaknya.
“Kenapa begitu mam…?”, tanya Gilang yang kepingin tahu.
“Hal itu akan membantu sekali… bila mama menginginkan… misalnya penis papamu… untuk masuk kedalam sana… memudahkan penisnya itu menerobos masuk kedalam… vagina mama… karena sudah licin…”.
Aku yang ikut mendengarkannya mengernyit dahiku, aku paham kemana arah situasi yang dikehendaki Wina jadinya.
“Wahhh… itu pasti enak rasanya… ya mam?”, komentar anaknya polos. “Aku tidak pernah melihat mama… telanjang bulat… apa mama mau melepaskan celana dalam mama yang sudah basah kuyup itu…?”
“Ya… bagaimana ya… kamu seharusnya tidak boleh melihat tubuh mama-mu sendiri… telanjang bulat… sedemikian… ”, jawab Wina bimbang. Diam sejenak berpikir, akhirnya Wina berkata pada anaknya, “Ya… mama pikir… tidak ada pihak yang dirugikan, mama rasa… apalagi mama telah 3 bulan lamanya melihatmu…
Dengan tegar dan mantap Wina cepat berdiri… melucuti sendiri CD katunnya… dan berkata, “Apa yang kau pikirkan… sekarang, nak?” Wina yang sudah lupa diri… yang dipengaruhi oleh gelombang gairahnya sendiri… bertanya pada Gilang, putera kandungnya itu dengan penuh birahi.
Spontan Gilang yang sedang memelototi bagian tubuh ibunya sangat pribadi itu… tempat dimana dia pernah sekali melaluinya dengan sekujur tubuh yang utuh… berteriak dengan antusias tinggi, “Wowww…!! Mama cantik sekali… kalau telanjang bulat…!!”
“Ssst… jangan kencang-kencang… nanti papamu terbangun dari tidurnya…”, kata Wina pelan setengah berbisik mengingatkan anaknya.
Refleks Gilang menutup mulutnya dengan telapak tangannya yang kecil sambil berkata pelan. “Upsss… maaf mam…”.
Wina kembali keatas tubuh telanjang anaknya lagi dan memegang batang penis besar anaknya yang ber-ereksi lebih hebat lagi…
cairan pelicin yang keluar dari ujung palkon-nya bertambah banyak saja lalu digosok-gosokkan pada memeknya, batang penis besar itu mengenai clitoris-nya yang sudah mulai membengkak, tergesek-gesek oleh batang penis anaknya.
Sementara kedua belah tangan Wina dengan gencarnya mengocok-ngocok cepat batang penis panjang milik anaknya itu sampai pada palkon-nya kembali kebawah, Wina melakukannya berulang-ulang makin cepat dengan penuh semangat.
Mereka berdua napasnya sudah terengah-engah, keringat mereka telah mengalir membasahi sekujur badan mereka berdua. Mereka melampiaskan nafsu liarnya dengan melakukan masturbasi ala gaya mereka sendiri. Rasa nikmat mengguyur seantero tubuh mereka…
Merasa sudah tidak tahan lagi, Gilang sudah bangkit duduk, segera meraih bagian belakang kedua paha ibunya dan mencoba menarik ibumu mendekat lagi, rupanya Gilang berusaha agar penis menerobos masuk memek ibunya…!
Wina sadar apa yang diinginkan anaknya itu, “Woooah… pria cilikku…! Kita tidak boleh melakukannya…!. Segera dia menarik mundur pinggulnya dengan sigap dan lebih fokus mengocok penis besar anaknya dengan kedua belah telapak tangannya lebih cepat lagi.
Tubuh Gilang terhempas lagi kebelakang saking dia merasakan terpaan rasa nikmat yang menerjang kencang tubuhnya, menyebabkan dia kembali terlentang seperti sesaat sebelumnya. Story21.org
Tidak perlu waktu lama Wina menunggu anaknya ber-ejakulasi, sesaat kemudian… (croottt…) (croottt…) (croottt…)
(croottt…) menyemprot sudah air mani Gilang keatas bagaikan semprotan air mancur di taman… jatuh lagi kebawah menyirami sekujur tubuhnya sendiri…
Diam sesaat, yang terdengar hanyalah napas-napas yang masih megap-megap diiringi degup kencang jantung yang berdetak…
“Mam…! Wowww… rasanya… hebat sekali…! Aku harap… mama mau lagi melakukannya lagi… secepatnya…”.
Wina setelah normal kembali kondisinya, berpikir dan mengakui pada dirinya sendiri bahwa hal yang barusan terjadi agak kelewatan, katanya pelan, “Lain kali… mungkin… kita harus lebih berhati-hati…”.
***
Malam berikutnya, Wina tidak menyambangi anaknya.
Tampaknya Wina sudah lebih tenang untuk beberapa hari kedepan.
***
Selang beberapa hari berikutnya, saat aku pulang dari kantor dan sudah tiba dirumah. Aku melihat beberapa kantong yang tertinggal di meja dapur. Iseng aku melihat apa saja isi kantong-kantong itu. Perhatianku tertuju pada satu kotak kecil yang berwarna merah metalik. Kulihat dengan seksama, bukankah itu…
Berpikir tadi tentang adik baru untuk Gilang… ya… Gilang,
terpekur aku sejenak, jangan-jangan… ohhh… untuk siapa lagi kondom itu dibeli…?
Mengingat-ingat kejadian-kejadian sebelumnya, terbayang-terbayang di benakku pada malam saat aku ‘memantau’ beberapa malam yang belum lama itu berselang. Saat Gilang ingin menyetubuhi ibunya sendiri.
Aku mengambil kesimpulan, rupanya Wina ingin memuaskan rasa keingin-tahuan yang besar dari anaknya semata wayang yang disayang itu tanpa resiko dihamili oleh anaknya sendiri maka dari itulah sekotak kondom itu dibeli.
Aku masih saja diam berdiri di dapur itu sambil berpikir-pikir… terbersit sekilas di benakku. Ehhh… ngomong-ngomong soal… besar…!
Aku jadi tersenyum akhirnya… rupanya sekotak kondom itu dibeli untuk 2 tujuan sekaligus…!
Yaaa… Wina juga ingin menuntaskan keingin-tahuan bagaimana rasanya melakukan ML dengan seseorang yang memiliki penis sepanjang 25 cm! Yang kebetulan milik putera kandungnya sendiri!
Terbayang-bayang sudah didalam benakku yang ngeres ini, adegan-adegan erotis yang segera akan bisa kutonton ‘live’! Didalam kamar tidur Gilang nanti… mungkinkah nanti malam…?
Tak sabar aku menuggu saat itu tiba!
Di ufuk Barat, matahari telah tenggelam sejam yang lalu, kami seisi rumah melakukan kegiatan rutinitas malam kami masing-masing.
Aku melihat Wina, isteriku tercinta itu pergi menuju kamar tidur Gilang, anak lelakinya, untuk ‘checking’ keadaan Gilang, mematuhi saran dokter seperti apa yang diutarakannya padaku beberapa malam sebelumnya.
Aku menunggu sebentar… sesaat kemudian aku sudah bercokol didepan pintu kamar tidur Gilang, seperti biasa kulakukan dalam rutinitas-ku beberapa malam sebelumnya.
Aku mendengar Wina berbisik perlahan disamping tempat tidur anaknya. Tangan Wina mengusap-usap kaki anaknya dan membelai mesra penis anaknya yang sudah ereksi tapi masih terbalut CD.
Dengan mata heran penuh tanda tanya, Gilang melihat ibunya membuka selembar bungkusan sesuatu lalu mengambil isinya. Kemudian ibunya segera melucuti CD-nya dan melempar CD itu kesudut kamar.
Wina dengan cekatan memegang penis besar anaknya yang keras mengacung keatas yang disebabkan oleh ereksi hebatnya lalu menaruh segulungan kondom diatas palkon anaknya itu, membuka gulungannya itu menyusuri pelan pada permukaan batang penisnya yang panjang, menuju kebawah.
Habis sudah gulungannya, kondom itu hanya mampu membungkus ketat setengah saja dari batang penisnya yang panjang.
Gilang jadi was-was melihat penisnya terbungkus oleh kondom itu dan bergidik merasakan kuatnya cengkeraman karet KB itu pada disekeliling setengah bagian atas dari batang penisnya.
“Mam…?!”, kata Gilang cemas meminta penjelasan pada ibunya.
Wina tersenyum atas kekhawatiran anaknya itu yang baru pertama kalinya melihat kondom bahkan baru pertama kalinya penisnya dipasangi kondom! “Percayalah pada mama, memang untuk pertama kalinya kau akan merasa risih memakainya… tapi nanti… akan terbiasa… Tertegun sesaat Wina mendengar perkataannya sendiri, ‘Apakah…
Dilihatnya wajah anaknya masih penuh dengan kebimbangan. Wina membujuk anaknya itu, “Bukankah kau, beberapa hari yang lalu ingin memasukkan penismu… kedalam… vagina mama? Inilah yang disebut kondom… dan itu baik dan perlu dipakai… kalau tidak… kamu akan membuat bakal adikmu sendiri… didalam perut mama”.
“Ohhh…”, jawab Gilang yang rasa khawatirnya mulai sirna. “Tapi… apa be…”.
Langsung saja Wina memotong kata-kata anaknya itu. “Dengan kondom ini kau boleh melakukan seperti apa yang ingin kau lakukan dulu, mengenai caranya nanti mama akan memberitahukanmu…,” jawab Wina tak sabar, hatinya mulai deg-degan karena ini juga merupakan pengalaman pertama baginya.
Mata Gilang jadi bersinar dengan antusias dia diam menunggu instruksi selanjutnya dari mamanya yang cantik.
Secepat kilat Wina melucuti sendiri seluruh pakaiannya yang dikenakannya, terlihatlah olehku didalam sana… dua insan bertelanjang bulat yang berbeda gender… ibu dan anak kandungnya sendiri…
Langsung saja Wina naik keatas tempat tidur, merebahkan dirinya dengan posisi terlentang, berbaring disamping anaknya yang sudah telentang sedari tadi. Ditariknya tubuh anaknya keatas menaiki tubuhnya dengan posisi tengkurap dan mendorong sedikit badan anaknya keatas. Gilang yang cerdas paham apa yang diinginkan ibunya.
Gilang mulai bertumpu pada kedua lutut dan kedua telapak tangannya, dia melihat kebawah kearah penisnya yang berayun tegang.
Tangan kanan Wina menjulur kebawah dan langsung menangkap batang penis yang panjang itu, menggesek-gesekkan palkon-nya pada sepanjang bibir memeknya, keatas dan kebawah.
Kadang tubuh Wina tersentak-sentak sendiri ketika palkon besar anaknya itu mengenai dan menggesek clitoris-nya yang sudah membengkak dikarenakan seantero tubuhnya sudah dirundung gairah seks yang makin lama semakin besar.
Nafsu liar dan birahi sumbang sudah menyelimuti kedua insan itu.
Tak tahan sudah, Wina melingkari kedua kakinya pada tubuh kecil Gilang serta menuntun palkon anaknya memasuki gerbang lubang vaginanya…
Dengan dorongan pinggul Gilang sendiri dan tekanan kebawah oleh kaki Wina pada bokong anaknya serta hentakan keatas pinggul Wina… tanpa ampun lagi… palkon besar milik anaknya menerobos masuk kedalam lubang nikmat vaginanya.
(Bleeesss…!)
“Oooh…! OMG…! Oooh… Vaaannn…! ”, tanpa sadar Wina mendesah kencang, seketika itu juga dia mendapatkan orgasme yang sangat hebat… berkali-kali cairan nikmatnya menyemprot-nyemprot keluar (seeert… ) (seeert… ) (seeert… ) membasahi sekujur batang panjang penis Gilang… palkon-nya sudah berada didepan ‘pintu masuk’ rahimnya…
Cepat dipeluk erat tubuh kecil anaknya, dadanya yang empuk tapi montok itu sebentar-sebentar menekan semakin ketat pada dada anaknya sesuai irama debaran napasnya yang masih bergemuruh… otot-otot memeknya masih kencang berdenyut-denyut… mengulas-ulas batang panjang penis anaknya…
Sedang keadaan Gilang saat itu… matanya merem-melek merasa keenakan… sekilas pikiran nakal muncul didalam benaknya yang cerdas itu… ‘Enaknyaaa… begini rasanya… membuat adik… seandainya saja…
Dirasakannya penisnya bagaikan diemut-emut oleh denyutan kencang vagina ibunya. Teringat dia sensasi enak yang dirasakannya ketika mulut ibunya melakukan BJ pada penisnya beberapa hari yang lalu…
Cengkeraman kuat dari karet KB yang dipasangkan pada penisnya, dirasakan olehnya sangat mengganggu… mencegah dia mencapai titik puncaknya… seakan menutup jalan keluar jalur untuk ‘cairan putih’-nya lewat yang biasanya kemudian menyemprot keluar dari ujung penisnya…
Memang Wina oleh karena rasa malunya, terburu-buru sewaktu berada di apotik kemarin tanpa berbincang-bincang dahulu dengan wanita yang melayani bagian penjualan bebas, langsung saja menunjuk kotak merah metalik yang berwarna menyolok yang berisi setengah lusin kondom… berukuran M (Medium) yang pas sesuai sebenarnya dengan ukuran penisku.
Akibatnya dengan memasangkan kondom itu pada penis besar dan panjang milik anaknya, sama saja dia memasangkan sejenis ‘Velcro cock ring’ yang biasa digunakan oleh para penikmat ML pro.
Ring yang dimaksud berguna untuk mencegah penis seseorang kembali menjadi loyo yang sudah membesar karena masuknya sejumlah darah yang menyebabkan penis itu menjadi besar dan tegang mengeras.
Aku yang menjadi saksi persenggamaan incest itu sudah sedari tadi membongkar ‘muatan’-ku sendiri tanpa dapat kukontrol lagi.
‘Muatan’-ku itu jatuh berserakan diatas karpet, mudah-mudahan Wina tidak memperhatikannya… akan kubersihkan kembali nanti kalau… situasi sudah aman dan terkendali lagi, he-he-he…
Wina mencium mesra rambut kepala Gilang, anaknya itu. Selisih tinggi badan mereka cukup besar. Tapi bagi Gilang sih… nyaman-nyaman saja! Bagaimana tidak, menelungkup diatas tubuh ibunya dengan kepalanya berbantalkan payudara ibunya yang montok dan empuk…
Terkesiap Wina menyadari bahwa anaknya belum mendapatkan orgasmenya. Batang penis besarnya masih terasa sangat keras… keras sekali bersarang disepanjang lorong vaginanya. ‘Sampai sebegitu parahnya kah kelainan pada penis Gilang?’, pikirnya.
Wina mengusap-usap lembut punggung anaknya sambil berbisik, “Puas… Vaan…?”
Yang ditanya tidak menjawab eh… malah menarik pinggulnya keatas lalu menghunjamkan kembali penis besarnya masuk kembali kedalam gua nikmat vagina ibunya sendiri… secara alamiah Gilang mulai melakukan pompaan-pompaan seksualnya yang makin lama semakin cepat saja…
Terguncang-guncang tubuh Wina merasakan rojokan palkon anaknya didalam vaginanya yang bergerak keluar-masuk… terus… secara beruntun. Terpancing kembali birahi Wina yang tadi sempat mereda.
“Oooh… nikmatnya…! Sssh… nnng… sssh… ,” Wina mendesah lirih. “Kuat sekali kau nak…! OMG…! ,” sudah tidak bisa berpikir Wina menghadapi terjangan-terjangan nikmat palkon anaknya itu yang mengaduk-aduk seisi lorong dalam vaginanya, mengantarkannya sampai belasan kali ber-orgasme!
Sebenarnya persenggamaan incest ini sama saja dengan yang dilakukan oleh pasangan-pasangan incest lainnya yang sering terjadi dan tak pernah diketahui langsung oleh orang-orang disekitar tempat tinggal mereka…
Yang sekarang berlangsung adalah penis panjang Gilang yang sedang tegang… yang menjadi sangat garang… Gilang hanya ingin menjemput orgasmenya yang tertinggal… yang ditunda oleh salah ukuran kondom yang dikenakan oleh ibu kandungnya sendiri.
Itulah ‘ganjaran’ (atau ‘hadiah’ ya?) yang harus dialami Wina karena kekeliruannya.
Untung sampai juga tujuan yang dikehendaki Gilang, dengan hentakan keras pinggulnya dihunjamkanya penisnya keras-keras kedalam vaginanya ibunya… (crottt… ) (crottt… ) (crottt… ) (crottt… ) (crottt… ) air maninya menyemprot deras… banyak sekali… mendorong sedikit posisi kondom yang dipakainya.
Terkapar sudah mereka berdua yang sekarang bermandikan oleh keringat mereka sendiri.
Pikiran jernih mereka sudah kembali dari petualangannya, masuk lagi ke kepala mereka masing-masing. Dengan lunglai dan lemah Gilang beranjak dari atas tubuh ibunya yang seksi itu lalu duduk disamping ibunya yang masih lemah berbaring telentang.
Sambil menunjuk kearah penisnya yang ujung masih terbalut condom yang sudah ‘terpakai’, bertanya dengan polos pada ibunya, “Apa yang akan terjadi kalau aku tidak memakainya?”
Wina yang stamina tubuhnya belum kembali utuh, menjawabnya lemah, “Kau akan jadi seorang kakak… bagi anakmu sendiri!”
“Tapi mama adalah… ibuku sendiri! Mana mungkin bisa aku membuat mama menjadi hamil?!’, protes Gilang.
“Oh yaaa… kau bisa! Tubuhmu sudah memproduksi sperma. Dan sperma bisa membuat mama… hamil! Terserah dari mana asalnya sperma itu datang!”, kata Wina memberitahu anaknya.
Aku yang menyaksikan perbincangan mereka, buru-buru kembali kekamar dan langsung kekamar mandi untuk membersihkan diriku. Setelah itu aku naik keatas tempat tidur merebahkan tubuhku berbaring dan biasa… sambil memegang buku bacaan.
Wina kembali kekamar kami, naik keatas tempat tidur dan tak bergairah untuk ML denganku, langsung berbaring untuk tidur.
Dia masih belum mengetahui bahwa aku selalu ‘memantau’ seluruh kegiatannya, apa yang dilakukan bersama Gilang, anak kami.
***
Affair Wina dengan Gilang, anak kandungnya sendiri, semakin hari semakin berani saja. Mereka selalu ML dengan sedikitnya 3 macam gaya dan selalu saja Gilang membuatnya mengalami orgasme minimal sampai 2 kali.
***
Beberapa hari kemudian…
Pernah pada suatu malam mereka mendapatkan kotak kondom itu kosong karena isinya sudah habis terpakai semuanya. Wina memberitahu anaknya bahwa malam itu dia terpaksa hanya bisa memberikan BJ saja. Gilang tampaknya sangat kecewa sekali mendengarkan itu.
Malam itu Wina melakukan BJ pada anaknya yang sudah bertelanjang bulat sedangkan Wina mengenakan gaun malam dan masih tetap mengenakan CD-nya.
Sementara Wina melakukan BJ, Gilang yang berbaring telentang, merasa tidak puas lalu meraba-raba buahdada dan memilin-milin putingnya yang masih terbalut dengan gaun malam, bergantian yang kiri dan kanan.
Wina memutarkan sedikit pinggulnya agar tangan Gilang bisa mencapai dan mengusap-ngusap memeknya yang masih terbalut CD. Tahu bahwa CD itu sudah sangat lembab oleh cairan nikmat ibunya yang keluar dari memeknya yang sudah dinaungi nafsu dan birahi yang makin meninggi, Gilang memberitahu ibunya, “Mam…
Tapi Wina diam saja, tidak memberinya respon sama sekali dan masih tetap saja melakukan BJ. Gilang merengek-rengek lagi pada ibunya.
Akhirnya Wina dengan cepat berdiri lalu melepaskan CD-nya agar anaknya bisa leluasa bermain-main dengan vaginanya.
Wina mendesah nikmat oleh ulah tangan anaknya. Sesungguhnya Wina sangat berkeinginan bersetubuh lagi dengan anaknya.
Gilang merengek lagi pada ibunya, “Mam… aku berjanji akan mencabut penisku sebelum cairan putih ohhh… maksudku sebelum spermaku menyemprot… percayalah… jadi tak akan membuat mama hamil…”.
Wina berpura-pura tidak mendengar rengekan anaknya itu, tetap melakukan BJ. Tapi akhirnya penolakannya sirna juga, saat anaknya mengisap puting dan meremas-remas buahdadanya yang semok sembari memeluk dirinya.
Wina sudah tidak mampu bertahan lagi… dia melucuti sendiri gaun malamnya dan berbaring terlentang disamping anaknya yang juga berbaring telentang.
“Janji pada mama… kau akan mencabut penismu lebih awal… jadi tidak ada setetespun sperma-mu bisa masuk kedalam vagina mama… ingat itu…!”
“Pasti mam… aku hanya ingin ngentotin mama saja…”.
Aku yang sedang ‘memantau’ terkejut mendengarkan Gilang berkata vulgar.
Gilang dengan cepat menindih tubuh indah ibunya dan langsung menyetubuhinya.
“Mam… sungguh nikmat sekali rasanya… tanpa kondom…!”
“Mama tahu…”, Wina bersuara mendesah. “Nikmat sekali…! Jangan berhenti…! Oooh… sungguh niiik-maaat…!”
Gilang tatap menggenjot tubuh ibunya yang menggairahkan itu. Penis besar keluar-masuk vagina ibunya dengan cepat.
Palkon-nya yang mengaduk-aduk dalam memeknya membuat Wina lupa diri keenakan. Hilang sudah batas tipis selembar karet sintetis, menjadikan dua tubuh itu menjadi satu secara utuh…!
Gilang yang merasa sangat nikmat hampir lupa akan janjinya dengan mamanya, buru-buru menarik keluar penis panjang dari vagina ibunya tapi sayang semprotan awal dari orgasme-nya sempat juga menyelinap masuk kedalam vagina ibunya.
Selebihnya dia tumpahkan diatas jembut ibunya yang sudah digunting pendek tertata rapi dan berwarna pirang dan diatas perut ibunya yang rata yang dihiasi pusarnya yang indah. Story21.org
Aku melihat kejadian itu, tercengang heran karena saking banyak sperma-nya tersemprot keluar. Belum pernah sekalipun sebelumnya aku melihat, juga pada BF yang sering kutonton…!
Wina melingkari pinggang anaknya dengan kedua kakinya dan menekan tubuh anaknya merapat dan dengan cepat menggenggamkan tangannya penis panjang anaknya yang masih tegang itu dan…
menuntun masuk kembali kedalam vagina.
“Itu… OK tidak jadi masaalah”.
Gilang meneruskan semprotan sperma-nya kedalam vagina ibunya yang masih saja berdenyut-denyut kencang, tak lama tubuhnya rubuh menindih tubuh indah ibunya.
***
Kebetulan sekali pada minggu berikutnya, Wina mendapatkan menstruasi yang ditunggu-tunggunya… dia tidak hamil… Saking gembiranya, Wina berteriak dari dalam kamar mandi memberitahuku. Tapi akhir tersadar sendiri bahwa aku ‘tidak tahu’ urusannya dengan anak kandungnya itu.
***
ML incest diantara ibu dan anak itu masih berlangsung untuk berbulan-bulan berikutnya. Kadang memakai kondom, kadang tidak.
Gilang sudah tidak mempunyai masaalah lagi dengan penis besarnya.
Pernah suatu malam tatkala mereka berdua dikamar itu, Wina memberitahu Gilang bahwa anaknya itu belum cukup umur untuk tubuhnya menghasilkan sperma yang bisa membuatnya hamil.
Aku juga tidak terlalu mengeluh tentang semua yang telah terjadi. Aku juga sering di-‘service’ oleh isteri cantikku yang tercinta.
***
Kelak ketika Gilang sudah berumur 13 tahun telah terjadi sesuatu diantara mereka. Gilang membuat ibu kandungnya… hamil!
0 komentar: