Diperkosa Oleh Dokter Klinik - Namaku Fitri, usiaku sekarang 23 tahun. Wajahku cantik, dengan rambut sebahu, kulitku kuning langsat, tinggi 163 cm, dengan tubuh yang langsing dan seksi. ketika aku masih tinggal di Surabaya. Aku baru2 ini memiliki penyakit Demam Panas Dingin yang mengharuskan aku untuk setiap berapa minggu sekali harus datang kedokter langgananku, karena penyakitku sering kambuh sendiri
Waktu itu kedua orang tuaku harus pergi ke Madiun aku hanya bisa datang sendiri untuk Cek UP. Ketika aku datang keruangan Dokter Tirta aku melihat dia sudah bersiap2 untuk memeriksaku karena dia sudah tau kapan dan jam berapa saja aku harus datang untuk cek up.
“Duduk Dulu Fit, Masih Sering Sakit yah?”.
“Iyah Om, Cuman udah dikit agak mendigan”.
“Nah Fit kamu baring dulu, kamu buka deh bajumu,”.
Mula-mula aku agak ragu-ragu. Tapi setelah melihat mukanya yang bersungguh-sungguh akhirnya aku menurutinya.
“Iyah Om” kataku,
Namun Om Tirta bilang, “Lho… BH-nya sekalian dibuka dong.. biar Om gampang meriksanya”.
“Loh? Kenapa Harus Buka Beha Segala om?” kataku menolak sambil menutupi kedua payudaraku
“Kamu tenang aja om nggak bakal yang aneh2, Udah buka aja” katanya
“Jangan sentuh yah om, ntar Fitri bilangin papa” kataku sambil sedikit takut membuka kaitan braku dan terlihatlah kedua payudaraku yang besar dan bulat
“Wah… kamu memang benar-benar cantik Fit…”, kata Om Tirta.
Kulihat matanya tak berkedip memandang buah dadaku.
Setelah telentang di atas ranjang, dengan hanya memakai rok mini saja, Om Tirta mulai memeriksaku. Mula-mula ditempelkannya stetoskop itu di dadaku, aku hanya menutup mataku berdoa agar tidak terjadi apa2. Om Tirta menempelkan seeteleskopnya di putingku
“Wahh.. Puting kamu kok ngeras yah. Kayaknya kamu kedinginan nih” katanya.
Aku diam saja, Om Tirta merayap mengusap bagian atas dadaku. Aku hanya diam saja merasakan usap-usapnya, Semakin menjalar ke payudaraku sampai ke putingku dan putingku ditoel2 dengna jarinya. Dan lama-kelamaan terus terang aku mulai jadi agak terangsang oleh sentuhannya, sampai-sampai bulu tanganku merinding dibuatnya.
Ih… baru kali ini aku merasakan yang seperti itu, rasanya halus, lembut, dan geli, bercampur menjadi satu. Namun tidak lama kemudian, Om Tirta menghentikan usapannya. Lalu mengarah kebagian pahaku. Jari2nya berjalan2 dipahaku
“Sekarang Gantian yang Bawahnya Om Periksa yah, Soalnya Detak jantung kamu kencang”, katanya.
Semenjak dihusapnya toketku dan pahaku aku menjadi terangsang, aku hanya bisa mengangguk pelan saja. Saat itu aku masih mengenakan rok miniku, namun tiba-tiba Om Tirta menarik dan meloloskan celana dalamku. Tentu saja aku keget setengah mati.
“Aahhh!! Jangan Kurang Ajar Om! Ngapain Pake Buka Celana Dalam Fitri??”, kataku dengan gugup.
“Iyah Om tauu, Kamu tenang aja. Om Mau periksa kemaluan kamu soalnya bagian bawahmu basah”, katanya dengan suara lembut sambil tersenyum, namun tampaknya mata dan senyum Om Tirta penuh dengan maksud tersembunyi. Tetapi saat itu aku sudah tidak bisa berbuat apa-apa.
Setelah celana dalamku diloloskan oleh Om Tirta, Matanya tak berkedip menatap vaginaku yang mulus, dengan bulu-bulunya yang lumayan lebat dan halus. perlahan-lahan Jari2 Om Tirta meraba-raba pahaku bagian atas, lalu ke paha bagian dalam.
“Ooomm…”, suaraku lirih.
“Tenang sayang.. pokoknya nanti kamu merasa nikmat…”, katanya sambil tersenyum.
Om Tirta lalu mengelus-elus selangkanganku, perasaanku jadi makin tidak karuan rasanya. Om Tirta menggesekkannya ke bibir vaginaku dari bawah ke atas.
“Aahh… Oooomm…”, jeritku lirih.
“Sssstt… hmm… nikmat.. kan…?”, katanya.
Mana mampu aku menjawab, malahan Om Tirta mulai meneruskan lagi menggesekkan jarinya berulang-ulang. Tentu saja ini membuatku makin tidak karuan, aku menggelinjang-gelinjang, menggeliat-geliat kesana kemari.
“Ssstthh… aahh… Ooomm… aahh…”, eranganku terdengar lirih, dunia serasa berputar-putar, kesadaranku bagaikan terbang ke langit. Vaginaku rasanya sudah basah sekali karena aku memang benar-benar sangat terangsang sekali.
Setelah Om Tirta merasa puas dengan permainan jarinya, tapi kemudian wajahnya mendekati wajahku. Wajahnya semakin dekat, kemudian bibirnya mendekati bibirku, lalu ia mengecupku dengan lembut, rasanya geli, lembut, dan basah.
Namun Om Tirta bukan hanya mengecup, ia lalu melumat habis bibirku sambil memainkan lidahnya. Hiii… rasanya jadi makin geli… apalagi ketika lidah Om Tirta memancing lidahku, sehingga aku tidak tahu kenapa, secara naluri jadi terpancing, sehingga lidahku dengan lidah Om Tirta saling bermain, membelit-belit, tentu saja aku jadi semakin nikmat kegelian.
Tiba-tiba badannya dimundurkan ke bawah dan Om Tirta tengkurap diantara kedua kakiku yang otomatis terkangkang. Kepalanya berada tepat di atas kemaluanku dan Om Tirta dengan cepat menyeruakkan kepalanya ke selangkanganku. Kedua pahaku dipegangnya dan diletakkan di atas pundaknya, sehingga kedua paha bagian dalamku menjepit kepala Om Tirta. Aku sangat terkejut dan mencoba memberontak, akan tetapi kedua tangannya memegang pahaku dengan kuat, lalu tanpa sungkan-sungkan lagi Om Tirta mulai menjilati bibir vaginaku.
“Aaa… Ooomm…!”, aku menjerit, walaupun lidah Om Tirta terasa lembut, namun jilatannya itu terasa menyengat vaginaku dan menjalar ke seluruh tubuhku. justru menjilati habis-habisan bibir vaginaku, lalu lidahnya masuk ke dalam lubang vaginaku, dan menari-nari di dalam lubang vaginaku. Lidah Om Tirta mengait-ngait kesana kemari menjilat-jilat seluruh dinding vaginaku. Tentu saja aku makin menjadi-jadi, badanku menggeliat-geliat dan terhentak-hentak,
“Aahh… Ooomm… jaangan… jaanggann… teeerruskaan… ituu… aa… aaku… nndaak… maauu.. geellii… stooopp… tahaann… aahh!”.
Biarpun ada perasaan menolak akan tetapi rasa geli bercampur dengan kenikmatan yang teramat sangat mendominasi seluruh badanku. Om Tirta dengan kuat memeluk kedua pahaku diantara pipinya, Jilatan-jilatannya benar-benar membuatku lupa daratan. Vaginaku sudah benar-benar banjir dibuatnya. Hal ini membuat Om Tirta menjadi semakin liar, ia bukan cuma menjilat-jilat, bahkan menghisap, menyedot-nyedot vaginaku. Cairan lendir vaginaku bahkan disedot Om Tirta habis-habisan. Sedotan Om Tirta di vaginaku sangat kuat, membuatku jadi semakin kelonjotan.
Kemudian Om Tirta sejenak menghentikan jilatannya. Dengan jarinya ia membuka bibir vaginaku, lalu disorongkan sedikit ke atas. Om Tirta mengincar clitorisku. Dia menjulurkan lidahnya lalu dijilatnya clitorisku.
“Aahh…Aahhh…Ooohh…Nikmat…Ooohh”, tentu saja aku menjerit keras sekali. Aku merasa seperti kesetrum karena ternyata itu bagian yang paling sensitif buatku. Begitu kagetnya aku merasakannya, aku sampai mengangkat pantatku. Om Tirta malah menekan pahaku ke bawah, sehingga pantatku nempel lagi ke kasur, dan terus menjilati clitorisku sambil dihisap-hisapnya.
“Aa… Ooomm… aauuhh… aahh… !”, jeritku semakin menggila.
Tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang teramat sangat, Aku mau sudah mencapai puncak orgasme dibuat Om Tirta, malah malahan menyedot clitorisku dengan kuatnya.
“Ooomm… aa… !”, tubuhku terasa tersengat tegangan tinggi, seluruh tubuhku menegang, tak sadar kujepit dengan kuat pipi Om Tirta dengan kedua pahaku di selangkanganku. Lalu tubuhku bergetar bersamaan dengan keluarnya cairan vaginaku banyak sekali, dan tampaknya Om Tirta tidak menyia-nyiakannya. Disedotnya vaginaku, dihisapnya seluruh cairan vaginaku. Tulang-tulangku terasa luluh lantak, lalu tubuhku terasa lemas sekali. Aku tergolek lemas.
Kemudian dia mendekat dan berdiri tepat diantara kedua pahaku yang sudah terbuka lebar itu. Dengan berlutut di lantai di antara kedua pahaku, kemaluannya tepat berhadapan dengan kemaluanku yang telah terpentang itu. Tangan kirinya memegang pinggulku dan tangan kanannya memegang batang kemaluannya. Kemudian Om Tirta menempatkan kepala kemaluannya pada bibir kemaluanku yang belahannya kecil dan masih tertutup rapat. mulai digosok-gosokannya bibir kemaluanku. Aku agak menggeliat-geliat kegelian atas perbuatan Om Tirta itu dan rupanya reaksiku itu makin membuat Om Tirta makin terangsang.
“Gimana Fitri? nikmat kan…?”, bisik Om Tirta mesra di telingaku, namun aku sudah tak mampu menjawabnya. Nafasku tinggal satu-satu, aku hanya bisa mengangguk sambil tersipu malu. Aku sudah tidak berdaya diperlakukan begini oleh Om Tirta dan tidak pernah kusangka, karena sehari-hari Om Tirta sangat sopan dan ramah.
“Ssshh… ssshh… aahh… ooohh… Ooomm… Ooomm… eennaak… eennaak… !”
“Aadduuhh… saakkiiitt… Ooomm… sttooopp… sttooopp… jaangaan… diterusin”, aku meratap dan kedua tanganku mencoba mendorong badan Om Tirta,
Tangannya yang lain menahan bahuku sehingga aku tidak dapat berkutik. Badanku hanya bisa menggeliat-geliat dan pantatku kucoba menarik ke atas tempat tidur untuk menghindari tekanan penis Om Tirta ke dalam liang vaginaku. Tapi karena tangan Om Tirta menahan pundakku maka aku tidak dapat menghindari masuknya penis Om Tirta lebih dalam ke liang vaginaku. Rasa sakit masih terasa olehku dan Om Tirta membiarkan penisnya diam saja tanpa bergerak sama sekali untuk membuat kemaluanku terbiasa dengan penisnya yang besar itu.
Dengan ganasnya dia mendorong pantatnya menekan pinggulku rapat-rapat sehingga seluruh batang penisnya terbenam dalam kemaluanku. Aku hanya bisa menggeliat lemah karena setiap tekanan yang dilakukannya, terasa clitorisku tertekan dan tergesek-gesek oleh batang penisnya yang besar dan berurat itu. Dan saat itu pula aku beberapa kali mengalami orgasme. Dan setiap itu terjadi, selama 1 menit aku merasakan vaginaku berdenyut-denyut dan menghisap kuat penis Om Tirta,
“Ooohh… Fitttt...triii.... aakkuu… maau… keluar!.. Ooohh… aahh… hhmm… ooouuhh!”.
Tiba-tiba Om Tirta bangkit dan mengeluarkan penisnya dari vaginaku. Sedetik kemudian… cret… crett… crett… spermanya berloncatan dan crott tepat di atas perutku. Tangannya dengan gerakan sangat cepat mengocok-ngocok batang penisnya seolah ingin mengeluarkan semua spermanya tanpa sisa.
“Aahh…”, Om Tirta mendesis panjang dan kemudian menarik napas lega.
0 komentar: